Hak eksklusif
Beberapa
hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak
untuk:
- membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
- mengimpor dan mengekspor ciptaan,
- menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
- menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
- menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang
dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya
pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara
orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa
persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep
tersebut juga berlaku di Indonesia.
Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan
menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen,
mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan,
mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan,
merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana
apapun".
Selain
itu, dalam hukum
yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan
dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku
karya seni
(yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman
suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi
kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing
(UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi
berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak
eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya
dengan pewarisan
atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat
pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi,
dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Hak ekonomi dan hak moral
Banyak
negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai
penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga
mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern).
Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak
tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Menurut
konsep Hukum Kontinental (Prancis), "hak pengarang" (droit
d'aueteur, author right) terbagi menjadi "hak ekonomi" dan "hak moral" (Hutagalung, 2012).
Hak
cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak
moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau
pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa
pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan,
walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk
dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak
Cipta.).
BAGAIMANA MEMPEROLEH HAK CIPTA?
Setiap
negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan
bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris
misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan
usaha". Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern,
suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran
resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk
tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur
lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak
atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu
didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai
dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan)
memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang
hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta
itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas.
Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs
and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam
undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip
tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
*Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan
yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer,
pamflet,
perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan
dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan,
pantomim,
seni rupa
dalam segala bentuk (seperti seni
lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat,
seni patung,
kolase, dan seni terapan), arsitektur,
peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya
seperti seni songket
dan seni ikat), fotografi,
sinematografi,
dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil
pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya
buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu
media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database
dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan
asli (UU 19/2002 pasal 12).
*)Penanda hak cipta
Dalam
yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat
diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan hak
cipta" (copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut
terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©),
atau kata "copyright", yang diikuti dengan tahun hak cipta dan
nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya
dengan terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis
beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan
tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon)
pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.
Pada
perkembangannya, persyaratan tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi,
terutama bagi negara-negara anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada
sejumlah kecil negara tertentu, persyaratan tersebut kini secara umum bersifat
manasuka kecuali bagi ciptaan yang diciptakan sebelum negara bersangkutan
menjadi anggota Konvensi Bern.
Lambang
© merupakan lambang Unicode
00A9
dalam heksadesimal,
dan dapat diketikkan dalam (X)HTML sebagai ©
, ©
, atau ©
*Jangka waktu perlindungan hak cipta
Hak
cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi
yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat
bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan
atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat
misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan
sebelum tahun 1923
telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak
cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang
hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai
habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal
meninggalnya pencipta.
Di
Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang
hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali
diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama
kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral
pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh
Negara atas folklor
dan hasil kebudayaan
rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
*Penegakan hukum atas hak cipta
Penegakan
hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata,
namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum
dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada
perkara-perkara lain.
Sanksi
pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia
secara umum diancam hukuman penjara
paling singkat satu bulan dan
paling lama tujuh tahun
yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu
juta rupiah
dan paling banyak lima miliar
rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak
cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut
dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).
*Perkecualian dan batasan
Perkecualian
hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur
dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use
atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan
perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam
Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia,
beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18).
Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya
disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk
kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan
dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian
dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang
didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi
atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan
ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus
untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang
dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan
sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit
jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer
dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk
dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Hak cipta foto umumnya dipegang fotografer,
namun foto potret
seseorang (atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila bertentangan
dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UU Hak Cipta Indonesia
secara khusus mengatur hak cipta atas potret dalam pasal 19–23.
Selain
itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau
mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan
umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran
ciptaan "yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau
bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan
dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam
masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17).
ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat
hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan
Menurut
UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga
Negara, peraturan
perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat
Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase
atau keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang
memutuskan suatu sengketa). Di Amerika Serikat,
semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada dalam domain umum,
yaitu tidak berhak cipta.
Pasal
14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang
Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli
tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita
aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar
atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara
lengkap.
Pendaftaran hak cipta di Indonesia
Di
Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta
atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak
ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran.
Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti
awal di pengadilan
apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan.
Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI),
yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta
atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui
konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002
pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat
diperoleh di kantor maupun situs web
Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan
terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa
dikenai biaya.
0 komentar:
Posting Komentar